SELAMAT DATANG DI BLOG RESMI DPD PKS TANAH BUMBU KALIMANTAN SELATAN

Rabu, 16 November 2011

Abu Bakar Ash-Shiddiq

Siapa yang tak kenal dengan sahabat yang mulia ini, yang mempunyai kedudukan tinggi di hadapan Rasulullah, sahabat yang dijadikan pemimpin (khalifah) sepeninggal Rasulullah yang menemani beliau berhijrah menuju kota Madinah. Seorang sahabat yang telah diberi kabar gembira termasuk sepuluh orang yang dijamin masuk surga Allah, beliau adalah Abdullah bin Utsman bin ‘Amir bin ‘Amr bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim, atau lebih kita kenal dengan nama Abu Bakar Ash-Shiddiq. 

Kehidupan beliau pada masa sebelum Islam 
Beliau dilahirkan pada tahun 51 sebelum peristiwa hijrah ke Madinah, beliau lebih muda dua tahun enam bulan dari Rasulullah, 
Pada masa jahiliyyah Abu Bakar ash-Shiddiq merupakan salah seorang tokoh pembesar bangsa Quraisy. Dia mempunyai garis keturunan yang mulia. Seorang saudagar kaya yang berperangai baik dan terpuji. Beliau sering dijadikan rujukan oleh para tokoh Quraisy untuk meminta pengarahan, karena kejeniusan, kesuksesannya dalam berbisnis, dan sikapnya yang luwes terhadap orang lain. 

Abu Bakar telah mengharamkan khamr atas dirinya, beliau tidak pernah meminum minuman haram tersebut setetes pun selama hidupnya! Baik pada masa jahiliyah, maupun setelah beliau memeluk agama Islam. Itu dikarenakan pada suatu saat di masa jahiliyyah, beliau melewati seseorang dari kaumnya yang mabuk setelah minum khamr, kemudian orang tersebut meletakkan tangannya di atas kotoran dan mendekatkan kotoran tersebut ke mulutnya, ketika tercium bau busuk, ia menjauhkannya, seketika itu Abu Bakar mengharamkan khamr atas dirinya sendiri. 

Abu Bakar juga sama sekali tidak pernah sujud di hadapan berhala. Abu Bakar pernah bercerita kepada para sahabat Rasulullah, “Aku tidak pernah sujud di hadapan berhala sekalipun! Dan itu terjadi ketika aku sedang mendekati al-Hakam, tiba-tiba Abu Quhafah menarik tanganku dan mengajakku ke suatu tempat yang di sana terdapat berhala-berhala. Ia berkata kepadaku, “Ini adalah sesembahan-sesembahanmu yang maha tinggi, lalu dia pergi dan meninggalkanku sendiri, aku pun mendekati berhala itu dan berkata, “Sungguh aku lapar, maka berilah aku makan! Berhala itu diam tidak bergeming sedikit pun. Aku berkata kembali, “Sungguh aku dalam keadaan telanjang, berilah aku pakaian!” Berhala itu pun tetap diam dan tidak menjawab permintaanku, maka aku lemparkan batu besar ke arahnya, hingga berhala itu jatuh tersungkur di atas tanah.” 

Kehidupan beliau pada masa Islam 
Abu Bakar adalah sahabat terdekat Nabi Muhammad. Ketika wahyu kenabian turun kepada Rasulullah, tanpa ada keraguan sedikit pun, beliau langsung beriman. Dikisahkan bahwa sebab masuknya Abu Bakar ash-Shiddiq ke dalam agama Islam lantaran mengetahui akhlak, budi pekerti dan perangai Rasulullah yang baik dan menjunjung tinggi kejujuran serta amal shalih. Sejarah mencatat bahwa as-sabiquna al-awalun (orang–orang yang paling dahulu dan pertama masuk Islam) dari golongan laki-laki adalah Abu Bakar. 
Mengenai kisah Islamnya Abu Bakar, diceritakan bahwa ketika beliau sedang berdagang ke Syam, beliau bermimpi dan menceritakan mimpinya kepada seorang pendeta Nasrani bernama Buhaira, pendeta itu pun bertanya, “Dari mana asalmu?”, Beliau menjawab, “Dari Mekah,” Pendeta itu bertanya lagi, “Dari suku apa?” Beliau menjawab, “Dari suku Quraisy”. Dia bertanya kembali, “Apa profesimu?”, beliau menjawab, “Aku seorang saudagar.” Ia berkata,“Allah telah memberimu mimpi yang benar, sesungguhnya akan diutus seorang Nabi dari kaummu, engkau akan menjadi tangan kanannya, dan menjadi khalifahnya setelah beliau wafat.” Abu Bakar pun merasa senang dengan kabar gembira tersebut. 

Abu Bakar merupakan seorang dai yang giat dalam berdakwah, mengibarkan bendera Allah di lingkungan Quraisy, sehingga banyak pembesar Quraisy yang memeluk agama Islam, diantaranya; Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqosh, dan Thalhah bin Ubaidillah. 

Di antara strategi dakwah beliau adalah membeli budak yang sedang disiksa oleh majikannya, kemudian beliau merdekakan budak tersebut, di antaranya adalah Amir bin Fahirah dan Bilal bin Rabbah. 
Dalam kehidupan sehari-hari, beliau adalah orang yang sangat sederhana. Walaupun demikian, beliau tetap menginfakkan sebagian atau bahkan seluruh hartanya fi sabilillah. Diriwayatkan dalam Sunan at-Tirmidzi dan Sunan Abu Dawud, dari Umar bin Khattab berkata, “Rasulullah memerintahkan kami (para sahabatnya) untuk bersedekah, maka aku sesuaikan dengan hartaku, Nabi berkata, “Apa yang engkau sisakan untuk keluargamu? Aku menjawab:”Sama persis seperti yang aku sedekahkan”, kemudian datanglah Abu Bakar dengan seluruh harta yang dia miliki, Nabi berkata, “Apa yang engkau sisakan untuk keluargamu?” Dia menjawab, “Aku sisakan untuk mereka Allah dan Rasul-Nya.” Umar berkata “Aku tidak akan pernah sanggup mengalahkan Abu Bakar dalam hal kebaikan selamanya.” 
Beliau pulalah satu-satunya sahabat yang menemani Rasulullah hijrah ke Madinah, dari sebelum keberangkatan hingga sampai di Madinah. Beliau juga merupakan sahabat yang intelektualitasnya paling tinggi di antara sahabat lain, orang yang paling dicintai oleh Rasulullah, Sebagaimana dalam sabda beliau, “….Seandainya aku diperbolehkan menjadikan salah seorang umatku sebagai khalil (kekasih), niscaya aku akan menjadikan Abu Bakar sebagai kekasihku.” 

Pada saat Rasulullah wafat, Abu Bakar adalah sahabat yang paling sabar mendengar berita tersebut. Dikisahkan ketika Umar menolak berita tentang kematian Nabi Muhammad, Abu Bakar datang dengan menunggang kuda dari tempat tinggalnya di kampung Sanah, kemudian turun dan masuk ke dalam masjid, ia tidak berbicara kepada yang hadir, hingga masuk ke bilik ‘Aisyah dan menuju ke tempat Rasulullah yang sedang ditutupi kain lebar. Abu Bakar membuka wajahnya, kemudian menundukan kepala kepadanya, lalu menciumnya dan menangis. Selanjutnya ia berkata, “Ayah dan ibuku, sebagai tebusan bagimu, Allah tidak akan menyatukan padamu dua kematian, adapun kematian yang telah ditetapkan Allah atasmu telah engkau alami.” 

Kemudian Abu Bakar keluar, sedangkan Umar sedang berbicara dengan orang-orang yang hadir di masjid, Abu Bakar berkata, “Duduklah wahai Umar!” Umar tidak mau duduk. Kemudian Abu Bakar membaca kalimat syahadat sehingga orang-orang mengerumuninya dan meninggalkan Umar, Abu Bakar berkata, “Amma ba’du,barangsiapa di antara kalian menyembah Muhammad, maka sesungguhnya beliau telah mati! Dan barangsiapa menyembah Allah sesungguhnya Allah itu Maha Hidup dan tidak akan mati, Allah berfirman, artinya, “Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika ia wafat atau dibunuh kamu akan berbalik ke belakang(murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikit pun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (Ali Imran: 144) 
Umar berkata, “Demi Allah! Tidaklah aku mendengar Abu Bakar membacanya, kecuali aku tercengang hingga kedua kakiku tak mampu lagi menyanggaku, kemudian aku terjatuh ke tanah saat dia membacanya, pada saat itulah baru aku menyadari bahwa Rasulullah telah wafat.” 
Sepeninggal Rasulullah, diangkatlah Abu Bakar menjadi khalifah, pengganti Rasulullah memimpin umat Islam, pada masa singkat kepemimpinan beliau, umat Islam berkembang pesat, beliau juga memerangi orang-orang murtad yang tidak mau membayar zakat. Pada masa beliau pula al-Qur’an mulai dibukukan, karena banyak sekali para penghapal al-Quran yang gugur di medan jihad demi membela panji Allah melawan si nabi palsu Musailamah al-Kadzab. 

Sungguh besar jasa beliau bagi umat ini, jika kita goreskan dengan tinta satu persatu tak akan cukup untuk mengenang perjuangan beliau dalam membela agama ini hingga akhir hayatnya. Tibalah saat bagi beliau menghadap Sang Khalik, ketika sakit mendera tubuh beliau selama lima belas hari, wafatlah sahabat mulia ini, pada hari Senin malam Selasa, pada tanggal 22 Jumadil Akhir tahun 13 H, beliau wafat di usia 63 tahun, kemudian beliau dikebumikan di kamar putrinya ‘Aisyah, tepat di samping kekasihnya baginda Rasulullah. Umar berkata, “Semoga Allah merahmati Abu Bakar yang telah mengorbankan jiwa raganya dan meringankan tugas khalifah setelahnya.” (Rifqi Solehan)

[Sumber:
 “Abu Bakar ash-Shiddiq,” Muhammad bin Abdurrahman bin Muhammad bin Qasim dan beberapa sumber lainnyahttp://alsofwah.or.id] 
Read more »

Senin, 01 Agustus 2011

Surahman Hidayat: Puasa Adalah Medium Menjaga Kejujuran

Cara terbaik memaknai ibadah adalah menyakini bahwa bahwa Allah SWT akan memanggil setiap Muslim untuk kembali pada-Nya, kapan saja, dan dimana saja. Karena itu, bisa saja Ramadhan ini merupakan yang terakhir.
Hal itu diungkapkan Ketua Dewan Syariah, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Surahman Hidayat, kepada Republika.co.id. “Kita harus pertimbangkan umur manusia dalam menyikapi datangnya bulan suci Ramadhan.”
Dikatakan Surahman, tidak ada yang tahu kapan setiap Muslim akan dipanggil sang Pencipta. Keyakinan itu secara otomatis akan memicu setiap Muslim untuk mengoptimalkan datangnya bulan suci Ramadhan dengan mengisi amalan-amalan ibadah yang disarankan.
Menurut Surahman, ibadah puasa merupakan sarana pemantapan spritual dan sosial setiap Muslim. Sebabnya, merupakan hal yang keliru apabila Ramadhan dipandang sama dengan 11 bulan berikutnya. “Kalau kita bersungguh-sungguh menjalankan ibadah puasa akan terlihat manfaat yang diperoleh,” kata dia
Harus diakui, ibadah puasa memberikan tantangan yang tidak mudah bagi setiap Muslim. Akan tetapi, tantangan yang diberikan sesuai dengan kemampuan setiap Muslim dalam menyelesaikannya. Seandainya saja, umat Islam memiliki modal yang kuat berupa keimanan maka umat tidak akan mudah tergoda.
Surahman menjelaskan, modal keimanan tadi membutuhkan perencanaan. Melalui perencanaan itu, umat Islam dapat memposisikan puasa seperti apa. Dengan memposisikan puasa lalu disertai dengan usaha untuk merawatnya maka segala godaan berikut tantangan lain akan terhindar. “Yang dimaksud dengan perawatan itu adalah mengisi puasa dengan ibadah sebanyak mungkin,” kata dia.
Selain ibadah, puasa juga harus diisi dengan makanan yang sehat dan terukur. Maksudnya, kesan balas dendam yang umumnya menerpa sebagian Muslim harus dipinggirkan. Sebab, menurut dia, asupan makanan turut berpengaruh terhadap pelaksanaan ibadah puasa.
“Saya termasuk orang yang khawatir soal asupan makanan. Kenyang sedikit saja, melahirkan rasa malas untuk tarawih dan tadarus,” kata dia. Karena itu, di saat berbuka ia hanya mengkonsumsi apa yang diteladankan Nabi Muhammad SAW seperti air putih, kurma atau buah-buahan. Selesai berbuka, menyegerakan shalat Magrib lalu makan sedang. “Makan berat hanya pada sahur saja,” kata dia.
Berkat pola makan demikian, rasa kantuk tidak akan menyerang. Belum lagi, sikap malas yang menyusul kemudian. Sebabnya, kata dia, ketika berbuka umat harus memperhatikan sifat keutamaan dari makan dan minum yang masuk ke dalam tubuh. “Apakah dengan makan dan minum berlebihan memiliki keutamaan, tentu saja tidak,” kata dia.
Lantaran itu, ungkap Surahman, Nabi SAW sudah memperingatkan umatnya untuk menerapkan pola sepertiga dalam menjalankan ibadah puasa. Sepertiga yang dimaksud, sepertiga makan dan minum, sepertiga ibadah dan sepertiga nafas. ” Kalau hanya mengikuti hawa nafsu tidak ada manfaatnya,” ungkap dia.
Momentum Kejujuran
Satu hal yang begitu mengena bagi Surahman terkait datangnya bulan suci ramadhan. Hal tersebut adalah kejujuran. Menurut dia, prilaku jujur di Indonesia boleh dibilang mengkhawatirkan. “Satu hal yang penting dari ibadah puasa adalah menjaga kejujuran,” kata dia.
Dikatakan Surahman, kejujuran tengah menjadi barang langka. Kelangkaan itu terlihat dari banyaknya tindak korupsi yang merajalela. Urgensi kehadiran puasa mendadak penting guna melawan arus ketidakjujuran yang boleh dikatakan tidak terbendung.
“Adalah hal yang wajar bagi bangsa Indonesia, utamanya umat Islam untuk menjadikan momentum memberangus korupsi di tanah air dengan mengangkat kejujuran sebagai ujung tombak,” kata dia.
Karena itu, Surahman mengingatkan kepada umat Islam, makna puasa harus ditanamkan betul. Apalagi, ada keyakinan dalam agama Islam bahwa selama ramadhan, setan dan iblis dirantai sehingga tidak mengganggu manusia dalam menjalankan ibadah puasa.
“Momentumnya sudah pas. Kini, kembali kepada kita, sebagai umat Islam apakah momentum puasa bisa dimanfaatkan secara optimal,” kata dia

sumber: dakwatuna.com
Read more »

sekilas tanah bumbu

Secara geografis Kabupaten Tanah Bumbu terletak di antara: 2o52’ – 3o47’ Lintang Selatan dan 115o15’ – 116o04’ Bujur Timur.
Kabupaten Tanah Bumbu adalah salah satu kabupaten dari 13 (tiga belas) kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Selatan yang terletak persis di ujung tenggara Pulau Kalimantan.
Wilayahnya berbatasan dengan : 

  • Kabupaten Kotabaru di sebelah utara dan timur.
  • Laut Jawa di sebelah selatan.
  • Kabupaten Banjar dan Kabupaten Tanah Laut di sebelah barat.
Kabupaten yang beribukota di Batulicin ini memiliki 10 (sepuluh) Kecamatan yaitu Kecamatan Kusan Hilir, Sungai Loban, Satui, Kusan Hulu, Batulicin, Karang Bintang, Simpang Empat, Mantewe, Kuranji dan Angsana. Lima Kecamatan yang terakhir disebutkan adalah kecamatan hasil pemekaran pada pertengahan 2005 lalu.
Kabupaten Tanah Bumbu memiliki luas wilayah sebesar 5.066,96 km2 (506.696 Ha) atau 13,50 persen dari total luas Provinsi Kalimantan Selatan. Kecamatan Kusan Hulu merupakan kecamatan terluas yang mencakup 31,76 persen dari luas keseluruhan Kabupaten Tanah Bumbu, sedangkan Kecamatan Kuranji memiliki luas wilayah terkecil sebesar 110,42 Km2 atau hanya 2,18 persen dari wilayah Kabupaten Tanah Bumbu. Berturut – turut dari kecamatan terluas setelah Kusan Hulu adalah Mantewe, Satui, Kusan Hilir, Sungai Loban, Simpang Empat, Angsana, Batulicin, Karang Bintang dan Kuranji. 



Sumber: http://tanahbumbukab.go.id
Read more »

Rabu, 27 Juli 2011

DPP PKS: TAUJIH MENYAMBUT RAMADHAN 1432

“HUDHUR AGAR ZHUHUR”

فَأَصْبَحُواظَاهِرِينَ

بسم الله الرحمن الرحيم

والحمد لله رب العالمين، والصلاة على رسوله محمد وعلى آله أجمعين


عَنْ جَابِرٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «الْمُؤْمِنُ إِلْفٌ مَأْلُوفٌ، وَلَا خَيْرَ فِي مَنْ لَا يُأْلَفُ، وَخَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ


Dari Jabir –radhiyallahu anhu- Rasulullah SAW bersabda:”Seorang mukmin itu adalah orang yang bisa menerima dan diterima orang lain, dan tidak ada kebaikan bagi orang yang tidak bisa diterima orang lain. Dan sebaik-baik manusia adalah yang paling berguna bagi sesamanya”. Musnad Asy Syihab Al Qudha’iy

Ikhwah fillah rahimakumullah

Menyambut bulan Ramadhan 1432 H marilah kita siapkan seluruh potensi dan daya kita untuk memaksimalkan bulan mulia itu dengan amaliyah yang mampu meningkatkan kualitas diri kita di hadapan Allah SWT, dan mampu meningkatkan posisi kita di tengah-tengah masyarakat.

Tampilnya ikhwah sebagai tokoh bagi umat ini adalah keniscayaan yang harus disadari oleh seluruh kader. Maka memanfaatkan momentum bulan Ramadhan ini DPP PKS menyerukan kepada seluruh kader untuk mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya.

Ikhwah fillah rahimakumullah

Ketokohan di masyarakat tidak akan datang tiba-tiba. Diperlukan proses panjang dan serius untuk menumbuhkannya sehingga mendapatkan pengakuan dari mereka. Secara umum menjadi tokoh masyarakat diperlukan beberapa syarat, antara lain:

1. Memiliki kemiripan atau kesamaan dengan mereka. Inilah yang bisa kita fahami dari beberapa ayat Allah yang menerangkan bahwa para rasul itu diutus dari suku bangsa mereka sendiri.

2. Memiliki keunggulan pada hal-hal yang dianggap sama atau yang menjadi identitas masyarakat itu.

3. Memiliki kongruensi (sama dan sebangun) dengan gambaran ideal pemimpin menurut masyarakat sekitar.

Dari itulah kita harus berusaha semaksimal mungkin untuk mampu menyesuaikan diri dengan kebaikan-kebaikan masyarakat di manapun kita berada

Ikhwah fillah rahimakumullah

Disamping itu, penokohan di masyarakat harus juga memperhatikan rambu-rambu agar dapat meminimalisir sisi negatif dalam proses ini. Proses yang bagus dan tanpa cacat saja masih mendapatkan reaksi negatif dari masyarakat, apalagi jika penokohan tanpa dibarengi kearifan. Dari itulah usaha penokohan kader di dakwah di lingkungan harus juga memperhatikan hal-hal penting seperti:

1. Tidak menjadi ancaman bagi tokoh lain, sebisa mungkin menjadi perekat bagi masyarkat yang hiterogen

2. Selalu membina hubungan baik terutama dengan tokoh dan orang-orang yang dihormati di wilayah itu

Ikhwah fillah rahimakumullah

Alhamdulillah dakwah di Indonesia ini berada dalam lingkungan masyarakat muslim yang secara umum memiliki mazhahir tadayyun sya’biy bulan Ramadhan yang tidak bertentangan dengan semangat dan nilai-nilai dakwah yang kita usung.

Mazhahir itu dapat kita kelompokkan seperti:

a. Mazhahir Ibadah

1. Shalat fardhu berjamaah.

Masyarakat muslim secara umum melaksanakan shalat fardhu di bulan Ramadhan dengan berjamaah di masjid maupun mushala di sekitar tempat tinggal, atau tempat kerja mereka. Pada point ini kader harus menjadi teladan terbaik dalam pelaksanaan shalat jamaah fardhu, dengan hadir lebih awal, serta mengajak anggota keluarga dengan catatan bahwa anak-anak yang dibawa tidak berpotensi mengganggu kekhusyukan jamaah.

2. Shalat Tarawih Berjamaah di masjid atau mushalla.

Masyarakat menganggap tarawih Ramadhan di masjid atau mushala adalah identitas keislaman yang sangat signifikan, maka kehadiran di jamaah itu sangat menentukan penerimaan atau penolakan terhadap keberadaan seseorang. Maka ditekankan kepada semua kader untuk melaksanakan shalat tarawaih berjamaah di masjid atau mushalla terdekatnya dengan mengabaikan khilaf fiqh dalam pelaksanaannya.

3. Mengikuti taushiyah/kultum di masjid/mushalla,

Bahwa pada bulan Ramadhan kaum muslimin di negeri ini sedang dalam kondisi siap menerima nilai-nilai, sedang meningkat semangat tadayyun mereka. Maka semua kader diharapkan berperan aktif dalam ini baik sebagai pemberi taushiyah atau menjadi pendengar, untuk menjadi teladan dan penyemangat bagi yang lain.

4. Mengikuti tadarrus Al Qur’an

Ramadhan dikenal sebagai syahrul Qur’an, budaya tadarrus Al Qur’an perlu disupport baik yang diselenggarakan di masjid, mushalla, atau rumah warga. Kader diharapkan berperan aktif dalam kegiatan ini.

5. Gemar Bersedekah.

Rasulullah SAW adalah seorang dermawan yang gemar bersedakah, dan di bulan Ramadhan ia lebih dermawan daripada angin yang berhembus. Maka dianjurkan kepada seluruh kader untuk menyediakan anggaran khusus infaq terutama mengisi kotak infaq di masjid/mushala, dan membiasakan anak-anaknya untuk gemar bersedekah pula. Demikian juga bersedekah dengan berbagi ifthar/hidangan buka puasa kepada tetangga.

b. Adat (kebiasaan sehari-hari)

Kebersamaan dengan masyarakat sering diukur pula dengan kesamaan dalam berpakaian, tingkah laku, dan tutur kata.

Di bulan Ramadhan pada umumnya masyarakat menghendaki atmosfir lingkungan yang islami, seperti suara tilawah, dzikir, dsb.

Demikian pula adab berpakaian. Kader diharapkan dapat menyesuaikan diri dengan budaya busana masyarakat yang dihormati. Misalnya memakai peci, jas, sorban bagi penceramah di lingkungan tertentu. Memakai baju koko, sarung dan berpeci bagi jamaah di lingkungan yang menganggapnya sebagai kebaikan. Dsb.

c. Nasyath (Kegiatan)

Ramadhan sebagai bulan amal, memberi peluang amal kebaikan sejak penyambutan sampai pelepasan.

Kader diharapkan aktif dalam kegiatan-kegiatan positif menyambut Ramadhan seperti: Kerja bakti bersih-bersih masjid, mushalla, lingkungan tempat tinggal, pemeriksaan kesehatan menjelang Ramadhan, pawai menyambut Ramadhan, dsb.

Menyelenggarakan kegiatan-kegiatan ibadah sosial untuk menyempurnakan ibadah Ramadhan seperti: Bazar, pembagian ta’jil, ifthor jama’i.

Menyelenggarakan rekruting dengan berbagai kegiatan, misalnya: pesantren kilat, yaum ma’al qur’an bersama dengan masyarakat, i’tikaf asyrul awakhir, dsb.

Menyelenggarakan silaturrahim idul fitri dengan berbagai lapisan masyarakat.

Demikian taujih ini disampaikan untuk menjadi perhatian bagi semua kader.

Semoga Allah memudahkan semua niat baik kita dalam berdakwah di jalan-Nya.


*Bidang Kaderisasi DPP PKS
Read more »

Selasa, 26 Juli 2011

Menyambut Tamu Agung, Bulan Ramadhan



Senyuman di wajah orang-orang beriman terpancar tatkala ramadhan semakin dekat menghampiri. Tamu mulia dan agung ini datang dengan memberikan banyak kebahagiaan kepada orang beriman, bagaimana tidak, saat jiwa yang telah kelelahan mengejar dunia, kini ramadhan datang  untuk membersihkan hati-hati mereka dengan nuansa ibadah yang begitu kental serta dijanjikan dengan berlipat ganda pahala untuk bekalan mereka menuju akhirat, bahagia karena jiwa-jiwa yang berlumuran dosa akan kembali disucikan dengan taubat nasuhah, bahagia karena memang jiwa-jiwa orang beriman membutuhkan bekalan tambahan berupa  kekuatan iman yang extra untuk menghadapi beratnya kondisi kehidupan, kekuatan ruhiyah yang mampu membuatnya bertahan dan tetap optimis melangkah di jalan yang benar, bahkan menjadi sangat dibutuhkan oleh seluruh umat islam untuk keluar dari kondisi berat yang mereka hadapi, maka ramadhan selalu datang pada saat yang tepat untuk menjadi hiburan bagi orang-orang beriman.
Bulan ini disebut tamu agung, karena banyak peristiwa agung yang pernah terjadi di dalamnya, diantaranya: Nuzulul Quran, Perang Badar, turunnya wahyu pertama di Gua Hira, meninggalnya paman Nabi tercinta, Abu Thalib, serta istri beliau Khadijah pada tahun ke-10 kenabian,  mulainya diwajibkan Zakat Fitrah pada tahun ke-2 Hijriyah, dimulainya persiapan perang khandak pada tahun ke-5 hijriyah, peristiwa penaklukan kota Mekah atau Fathu Makkah yang terjadi pada tanggal 21 Ramadhan tahun ke-8 Hijriyah, Perang Tabuk pada tahun ke-9 Hijriyah, dan masih banyak lagi peristiwa yang agung lainnya terjadi pada masa awal dakwah Islam dan setelahnya, bahkan kemerdekaan bangsa Indonesiapun terjadi pada bulan ramadhan.
Bulan ini disebut tamu istimewa karena keistimewaan yang dikhususkan padanya, seperti: Lailatul Qadr, yaitu nilai ibadah yang lebih baik dari pada seribu bulan saat orang beriman beribadah pada malam itu, bulan dilipat gandakannya pahala, amalan sunah dihitung sebagai pahala wajib, umrah pada bulan ini mendaatkan pahala sebagaimana haji bersama Rosulullah, dll.
Maka agar keagungan dan keistimewaan ramadhan dapat dirasakan, kemudian dapat dimanfaatkan dengan baik dan optimal, maka selayaknya setiap orang beriman mempersiapkan diri untuk menyambutnya.
Hal yang biasa dilakukan jika seseorang ingin menyambut tamunya, dia akan mempersiapkan dirinya, merapikan ruang tamunya, bahkan mempersiapkan makanan yang juga istimewa untuk disediakan buat tamunya.
 Apalagi  ini adalah tamu agung dan sangat istimewa, yang akan selalu bersama di rumah kita selama satu bulan lamanya. Maka tentu persiapannya bukanlah persiapan biasa-biasa saja, maka akan sangat tidak wajar jika  seorang yang akan kedatangan pejabat saja, ia begitu sibuk mempersiapkan segala sesuatunya agar tidak merasa malu, sedangkan dengan kedatangan ramadhan dia biasa-biasa saja.
Lalu apa yang perlu kita persiapkan untuk menyambut ramadhan ini?
Ada beberapa hal yang harus kita persiapkan agar kita mampu mengisi bulan yang penuh berkah ini dengan kegiatan yang dapat menambah bobot umur kita ketika kita menghadap Allah SWT.
Pertama, Persiapan Individu
Ini adalah persiapan yang paling utama kita lakukan, secara individu kita harus mempersiapkan kedatangan bulan ini secara optimal, karena persiapan ini akan mempengaruhi baik tidaknya kita mengisi amaliah ramadhan. Di antara persiapan individu yang harus kita lakukan adalah:
a.       Persiapan Rohani, ini adalah persiapan yang paling utama karena kekuatan ruh inilah yang akan menjadi motor penggerak segala bentuk ibadah kita, baik sebelum, ketika dan setelah ramadhan. Rasulullah mempersiapkan diri beliau dari sisi ini sangat luar biasa, yaitu dengan melaksanakan puasa sya’ban. Hal tersebut beliau lakukan dalam rangka mempersiapkan dan menyongsong kedatangan bulan Ramadhan. Disamping itu kita dianjurkan untuk banyak istighfar dan memohon serta memberi maaf agar kedatangan bulan suci kita sambut dengan hati bersih dari segala bentuk dosa dan perselisihan, rasa dengki dan penyakit-penyakit hati yang lainnya.  Bahkan para salafus shalih berdoa selama 6 bulan agar mereka disampaikan hingga bulan ramadhan dan kemudian berdoa pasca Ramadhan selama 6 bulan agar ibadah mereka diterima”.
b.      Persiapan Ilmu, agar ibadah kita benar dan sesuai dengan tuntunan Rosulullah maka kita harus memahami ilmunya, untuk itu kita harus membaca dan menelaah buku-buku yang berbicara tentang puasa agar kita dapat mengetahui syarat dan rukun puasa serta hal-hal yang dapat membatalkan serta menghilang nilai puasa, serta banyak permasalahan puasa yang perlu mendapat penjelasan lebih dalam dari ulama dan pakar syariah, tentang hal-hal yang sering terjadi menyangkut ibu hamil dan menyusui yang tidak dapat berpuasa, orang tua yang sakit, serta tentang permasalahan ilmu kedokteran yang ada hubungannya dengan ibadah puasa.
c.       Persiapan Jasmani, tubuh adalah salah satu komponen yang penting dan harus kita persiapkan dalam menyambut bulan ramadhan, karena tanpa jasmani yang sehat kita tidak akan mampu melaksanakan ibadah puasa, membaca Al-Quran, sholat tarawih dan qiyamullail. Menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh merupakan salah satu modal penting dalam melaksanakan segala perintah Allah dan Rasul-Nya. Rasulullah bersabda, ”Seorang mu’min yang kuat lebih baik dan lebih dicintai dari mu’min lemah dan keduanya adalah baik”.
d.      Persiapan Akhlak dan Moral, Agar puasa pada ramadhan tahun ini meningkat dari tahun sebelumnya, sehingga sampai kepada puasa Khawaasul Khawash seperti pembagian Imam Ghazali, yaitu puasanya di dunia karena karena Allah, ia menjaga kepala dan apa yang dibawahnya, menjaga perut dan apa yang di sekelilingnya dan mengingat mati serta apa yang terjadi setelah kematian, menjadikan orientasi hidupnya adalah akherat. Sehingga terhindar dari apa yang disampaiakn oleh Rosulullah, “Berapa banyak orang yang puasa namun mereka tidak mendapatkan dari puasa mereka kecuali lapar dan haus” (HR.Thabrani, Ahmad dan Baihaqi).
Diantara hal yang harus dijaga dari saat ini adalah:
1.       Menjaga penglihatan dan menghindarinya dari obyek yang tidak baik. Rasulullah saw bersabda, ”Penglihatan adalah panah dari panah beracun iblis”.
2.       Menjaga lisan dari perkataan yang bathil dan tdk bermanfaat. Rasulullah saw bersabda, ”Apabila kalian sedang berpuasa janganlah berkata dengan perkataan kotor (keji) dan janganlah melakukan perbuatan tercela, apabila ada orang yang menghina katakan kepadanya bahwa saya sedang puasa” (HR. Muttafaq ‘alaihi). Rasulullah saw, “Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan bohong maka Allah tidak menperdulikan ibadah puasanya” (HR. Ibnu Majah).
3.       Menjaga pendengaran dari hal-hal yang bathil, seperti ghibah, serta hal-hal yang diharamkan lainnya.

e.      Persiapan Materi, Dari Abi Hurairah ra bahwasanya Rasulullah saw bersumpah tidak ada bulan yang paling baik bagi orang beriman kecuali bulan Ramadhan, dan tidak ada bulan yang paling buruk bagi orang munafik kecuali bulan Ramadhan, dikarenakan pada bulan itu orang beriman telah menyiapkan diri untuk berkonsentrasi dalam beribadah dan sebaliknya orang munafik sudah bersiap diri untuk menggoda dan melalaikan orang beriman dari beribadah” (HR.Imam Ahmad).
Para ulama menjelaskan maksud hadits ini ”dikarenakan orang beriman telah menyiapkan diri untk berkonsentrasi dalam beribadah” adalah: Hal itu dikarenakan orang beriman telah menyiapkan diri dari sisi materi untuk memberikan nafkah kepada keluarganya karena mereka ingin konsentrasi beribadah, sebab memperbanyak Qiyam lail menyebakan mereka harus banyak tidur di waktu siang dan memperbanyak I’tikaf menyebabkan mereka tidak bisa untuk beraktifitas di luar masjid, hal ini semua menyebabkan mereka tidak bisa untuk melakukan aktifitas mencari nafkah, maka itu mereka mempersiapkan diri jauh-jauh hari sebelum datang bulan Ramadhan agar mereka dapat berkonsentrasi beribadah serta mendapatkan keutamaan bulan yang mulia ini”.
Dari kitab Shahihain Ibnu ‘Abbas ra berkata ”Rasulullah adalah manusia yang paling dermawan, dan beliau semakin dermawan pada bulan Ramadan ketika berjumpa dengan Jibril untuk bertadarus Al-Quran, kedermawanan Rasulullah ketika itu bagaikan angin yang berhembus”. Maka tanpa persiapan dari sisi materi kita tdk akan mampu mencontoh dan mengikuti kedermawanan Rasulullah saw.     
Kedua, Persiapan Lingkungan Masyarakat
Lingkungan adalah faktor yang penting dalam menyiapkan diri menyambut kedatangan bulan suci Ramadhan, sebab lingkungan mempunyai peranan yang sangat penting dalam mendukung proses pelaksanaan ibadah di bulan Ramadhan.   Di antara hal yang perlu di lingkungan kita adalah:                      
1.       Rumah, ia adalah lingkungan yang paling utama dalam kehidupan seorang, maka sebagai orang beriman harus mengkondisikan tempat tinggal kita agar dapat menunjang kekhusuan amaliah ibadah kita selama bulan Ramadan. Di antara hal yang harus kita perhatikan dalam mengkondisikan rumah adalah TV, karena TV merupakan media utama pengganggu kekhusuaan ibadah kita, dan akan menghabiskan waktu kita sia-sia dari membaca Al-Quran dan ibadah lainnya.
2.       Tetangga, hal ini dapat kita lakukan dengan berkoordinasi dengan para tokoh masyarakat baik Ketua RT dan RW untuk bahu membahu saling mengingatkan bersama-sama mempersiapkan diri menyambut ramadhan serta saling menjaga kekhusuan selama beribadah di bulan ramadhan.
3.   Masjid dan Mushalla, tempat ibadah juga harus kita siapkan dalam menyambut bulan suci Ramadan, baik dengan cara mengadakan pembersihan serta merapikan di bagian dalam dan di luar tempat sholat, karena dengan masjid dan musholah yang bersih dan rapi serta fasilitas yang memadai akan menambah kekhusuan ibadah tarawih dan I'tikaf bagi orang-orang yang beribadah di sana.
4.   Kantor, tempat bekerja juga  mempunyai peranan yang sangat penting dalam dalam menyambut dan mengoptimalkan ramadhan, karena sebagian besar hari-hari yang dilalui oleh masyarakat perkotaan adalah di kantor. Perkantoran juga dapat mengisi kegiatan ramadhan dengan kajian keilmuan yang bermanfaat bagi karyawannya, seperti ceramah agama setelah sholat zhuhur yang mengupas permasalahan puasa atau permasalahan umum lainnya dengan menghadirkan para ustadz. Atau juga melakukan tadarus Al-Quran di antara para karyawan. Sehingga kantor tersebut juga mendapat keberkahan.
5.    Pasar, agar pelaksaan ibadah selama ramadhan tidak terganggu dengan kesibukan di pasar, keperluan rumah tangga hendaklah mulai disiapkan seperlunya, karena biasanya kebutuhan dan harga meningkat menjelang ramadhan.  Serta harus menjadi kesadaran bagi para pedagang, terutama bagi mereka yang menjual makanan untuk santap siang, untuk juga dapat menghormati kaum muslimin yang berpuasa dengan mengubah jadwal jualannya setelah sholat asar dan setelah tarawih, sehingga nuansa ramadhan juga terlihat bukan hanya di masjid namun juga di pasar. Perlu diyakini bahwa rezeki itu datangnya dari Allah, jadi ketika ia menghormati orang yang berpuasa insya Allah keberkahannya akan semakin bertambah.
Wallahu'alam bishowab.
Zulhamdi M. Saad, Lc
Read more »

Senin, 25 Juli 2011

Nasehat Rasulullah SAW Menyambut Ramadhan

Selain memerintahkan shaum, dalam menyambut bulan Ramadhan, Rasulullah selalu memberikan beberapa nasehat dan pesan-pesan ketika memasuki bulan Ramadhan.
Wahai manusia, sungguh telah datang pada kalian bulan Allah dengan membawa berkah rahmat dan maghfirah. Bulan yang paling mulia di sisi Allah. Hari-harinya adalah hari-hari yang paling utama. Malam-malamnya adalah malam-malam yang paling utama. Jam demi jamnya adalah jam-jam yang paling utama.
Inilah bulan ketika kamu diundang menjadi tamu Allah dan dimuliakan oleh-NYA. Di bulan ini nafas-nafasmu menjadi tasbih, tidurmu ibadah, amal-amalmu diterima dan doa-doamu diijabah. Bermohonlah kepada Allah Rabbmu dengan niat yang tulus dan hati yang suci agar Allah membimbingmu untuk melakukan shiyam dan membaca Kitab-Nya.
Celakalah orang yang tidak mendapat ampunan Allah di bulan yang agung ini. Kenanglah dengan rasa lapar dan hausmu di hari kiamat..... Bersedekahlah kepada kaum fuqara dan masakin.

Muliakanlah orang tuamu, sayangilah yang muda, sambungkanlah tali persaudaraanmu, jaga lidahmu, tahan pandanganmu dari apa yang tidak halal kamu memandangnya dan pendengaranmu dari apa yang tidak halal kamu mendengarnya.

Kasihilah anak-anak yatim
, niscaya dikasihi manusia anak-anak yatimmu.

Bertaubatlah kepada Allah dari dosa-dosamu. Angkatlah tangan-tanganmu untuk berdoa pada waktu shalatmu karena itulah saat-saat yang paling utama ketika Allah Azza wa Jalla memandang hamba-hamba-Nya dengan penuh kasih; Dia menjawab mereka ketika mereka menyeru-Nya, menyambut mereka ketika mereka memanggil-Nya dan mengabulkan doa mereka ketika mereka berdoa kepada-Nya.
Wahai manusia, sesungguhnya diri-dirimu tergadai karena amal-amalmu, maka bebaskanlah dengan istighfar. Punggung-punggungmu berat karena beban (dosa) mu, maka ringankanlah dengan memperpanjang sujudmu.
Ketahuilah! Allah ta’ala bersumpah dengan segala kebesaran-Nya bahwa Dia tidak akan mengazab orang-orang yang shalat dan sujud, dan tidak akan mengancam mereka dengan neraka pada hari manusia berdiri di hadapan Rabb al-alamin.
Wahai manusia! Barang siapa di antaramu memberi buka kepada orang-orang mukmin yang berpuasa di bulan ini, maka di sisi Allah nilainya sama dengan membebaskan seorang budak dan dia diberi ampunan atas dosa-dosa yang lalu. (Sahabat-sahabat lain bertanya: “Ya Rasulullah! Tidaklah kami semua mampu berbuat demikian.”
Rasulullah meneruskan: “Jagalah dirimu dari api neraka walaupun hanya dengan sebiji kurma. Jagalah dirimu dari api neraka walaupun hanya dengan seteguk air.”
Wahai manusia! Siapa yang membaguskan akhlaknya di bulan ini ia akan berhasil melewati sirathol mustaqim pada hari ketika kaki-kaki tergelincir.

Siapa yang meringankan pekerjaan orang-orang yang dimiliki tangan kanannya (pegawai atau pembantu) di bulan ini, Allah akan meringankan pemeriksaan-Nya di hari kiamat.

Barangsiapa menahan kejelekannya di bulan ini, Allah akan menahan murka-Nya pada hari ia berjumpa dengan-Nya.

Barang siapa memuliakan anak yatim di bulan ini, Allah akan memuliakanya pada hari ia berjumpa dengan-Nya.

Barang siapa menyambungkan tali persaudaraan (silaturahmi) di bulan ini, Allah akan menghubungkan dia dengan rahmat-Nya pada hari ia berjumpa dengan-Nya. Barang siapa memutuskan kekeluargaan di bulan ini, Allah akan memutuskan rahmat-Nya pada hari ia berjumpa dengan-Nya.

Barangsiapa melakukan shalat sunat di bulan ini, Allah akan menuliskan baginya kebebasan dari api neraka. Barangsiapa melakukan shalat fardu baginya ganjaran seperti melakukan 70 shalat fardu di bulan lain.

Barangsiapa memperbanyak shalawat kepadaku di bulan ini, Allah akan memberatkan timbangannya pada hari ketika timbangan meringan. Barangsiapa di bulan ini membaca satu ayat Al-Quran, ganjarannya sama seperti mengkhatam Al-Quran pada bulan-bulan yang lain.
Wahai manusia! Sesungguhnya pintu-pintu surga dibukakan bagimu, maka mintalah kepada Tuhanmu agar tidak pernah menutupkannya bagimu. Pintu-pintu neraka tertutup, maka mohonlah kepada Rabbmu untuk tidak akan pernah dibukakan bagimu. Setan-setan terbelenggu, maka mintalah agar ia tak lagi pernah menguasaimu. Amirul mukminin k.w. berkata: “Aku berdiri dan berkata: “Ya Rasulullah! Apa amal yang paling utama di bulan ini?” Jawab Nabi: “Ya Abal Hasan! Amal yang paling utama di bulan ini adalah menjaga diri dari apa yang diharamkan Allah”.
Wahai manusia! sesungguhnya kamu akan dinaungi oleh bulan yang senantiasa besar lagi penuh keberkahan, yaitu bulan yang di dalamnya ada suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan; bulan yang Allah telah menjadikan puasanya suatu fardhu, dan qiyam di malam harinya suatu tathawwu’.”
“Barangsiapa mendekatkan diri kepada Allah dengan suatu pekerjaan kebajikan di dalamnya, samalah dia dengan orang yang menunaikan suatu fardhu di dalam bulan yang lain.”
“Ramadhan itu adalah bulan sabar, sedangkan sabar itu adalah pahalanya surga. Ramadhan itu adalah bulan memberi pertolongan ( syahrul muwasah ) dan bulan Allah memberikan rizqi kepada mukmin di dalamnya.”
“Barangsiapa memberikan makanan berbuka seseorang yang berpuasa, adalah yang demikian itu merupakan pengampunan bagi dosanya dan kemerdekaan dirinya dari neraka. Orang yang memberikan makanan itu memperoleh pahala seperti orang yang berpuasa tanpa sedikitpun berkurang.”
Para sahabat berkata, “Ya Rasulullah, tidaklah semua kami memiliki makanan berbuka puasa untuk orang lain yang berpuasa. Maka bersabdalah Rasulullah saw, “Allah memberikan pahala kepada orang yang memberi sebutir kurma, atau seteguk air, atau sehirup susu.”
“Dialah bulan yang permulaannya rahmat, pertengahannya ampunan dan akhirnya pembebasan dari neraka. Barangsiapa meringankan beban dari budak sahaya (termasuk di sini para pembantu rumah) niscaya Allah mengampuni dosanya dan memerdekakannya dari neraka.”
“Oleh karena itu banyakkanlah yang empat perkara di bulan Ramadhan; dua perkara untuk mendatangkan keridhaan Tuhanmu, dan dua perkara lagi kamu sangat menghajatinya.”
“Dua perkara yang pertama ialah mengakui dengan sesungguhnya bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan mohon ampun kepada-Nya . Dua perkara yang kamu sangat memerlukannya ialah mohon surga dan perlindungan dari neraka.”
“Barangsiapa memberi minum kepada orang yang berbuka puasa, niscaya Allah memberi minum kepadanya dari air kolam-Ku dengan suatu minuman yang dia tidak merasakan haus lagi sesudahnya, sehingga dia masuk ke dalam surga.” (HR. Ibnu Huzaimah).


Sumber : Puasa bersama Rasulullah, Pengarang : Ibnu Muhammad (Pustaka Al-Bayan Mizan)
Read more »

Syuro Sebagai Kekuatan Sebuah Organisasi

Amal Jamai’e dalam amal da’wi menuntut kita kepada :
  1. Kefahaman terhadap hukum syar’ie yang benar.
  2. Kematangan berfikir.
  3. Kedewasaan dalam bersikap.
Semua perkara di atas akan mampu menghasilkan polisi yang tepat, efektif, berkat dan diridhai oleh Allah swt.
Perkara tersebut dapat dilihat dari proses pengambilan suatu polisi dan komitmen serta ketepatan dalam melaksanakan keputusan yang dihasilkan dari syura.
Syeikh Musthafa Masyhur memberikan ta’rif amal jama’ie sebagai berikut :
“Gerakan bersama untuk mencapai tujuan organisasi berdasarkan keputusan yang telah ditetapkan”.
Berdasarkan ta’rif di atas, kita dapat memahami bahwa amal jamai’e adalah :
  1. Merupakan gerakan bersama, di mana setiap anggota melaksanakan fungsi penstrukturannya dengan orientasi pencapaian tujuan.
  2. Amal yang dilakukan oleh seluruh anggota dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
  3. Amal yang dilakukan berdasarkan keputusan yang telah ditetapkan sesuai dengan mekanisma yang berlaku.
Ta’rif di atas juga mensyaratkan bahwa amal jama’ie hanya dapat dilakukan oleh organisasi / jama’ah yang mempunyai :
  1. Tujuan (ghayah) / visi dan misi yang jelas.
  2. Manhaj / metodologi gerakan yang kukuh.
  3. Unsur kepimpinan (qiyadah) yang berwibawa.
  4. Ketaatan anggota terhadap pimpinan.
  5. Pola organisasi (tandzim) yang rapi.
Kepimpinan (qiyadah) dalam sebuah jamaah merupakan unsur terpenting yang akan menggerakkan organisasi.
Fungsi strategik kepimpinan (qiyadah) di antaranya ialah :
  1. Fungsi koordinatif (mengatur).
  2. Fungsi imperatif (memaksa).
  3. Fungsi pembuat keputusan (terutama dalam situasi darurat).
Kepimpinan (qiyadah) dipilih untuk ditaati.
KEPENTINGAN SYURA DALAM ORGANISASI
Syura merupakan salah satu instrumen pengambilan keputusan yang paling penting dalam sesebuah organisasi.
Jika mekanisma pengambilan keputusan sentiasa berjalan dengan baik, maka organisasi tersebut akan mempunyai kesepaduan dan pertahanan yang tinggi terhadap segala kegoncangan yang biasanya akan menamatkan riwayat banyak organisasi.
Syura juga adalah satu cara yang disyariatkan oleh Allah swt untuk membuat keputusan di
semua peringkat, sama ada peringkat keluarga, negara dan serantau
Para ahli tafsir, fuqaha’ dan hukama’ telah banyak menekankan kepentingan syura dalam karya karya mereka kerana kewujudannya menunjukkan fenomena yang sahih dan dalil ketamadunan sesebuah masyarakat. Sebaliknya tanpa syura, ia merupakan tanda tersebarnya kezaliman.
Khalifah Umar Al Khattab berkata :
“Tidak ada kebaikan pada urusan yang diputuskan tanpa syura”.
MAKSUD SYURA
Syura bermaksud :
Berbincang, berbahas dan meneliti pandangan-pandangan dalam semua urusan terutama yang melibatkan kepentingan umat. Pandangan-pandangan itu diteliti dan ditapis oleh para pemikir, pakar, ulama’ dan ahli-ahli mesyuarat bagi mendapatkan keputusan yang paling sahih dan betul.
Islam telah memberikan syura satu kedudukan yang besar dan tinggi di mana Al-Qur’an sendiri mempunyai satu surah yang dinamakan ‘Asy Syura’.
Beriltizam dengan syura dianggap sebagai salah satu ciri keperibadian muslim dan mukmin sejati.
SYURA MERUPAKAN SALAH SATU TIANG SISTEM ISLAM
Allah swt mensejajarkan syura dengan solat dan zakat, iaitu syura hukumnya wajib sepertimana solat dan zakat, bahkan ianya sebagai tiang utama sistem masyarakat Islam yang apabila tidak diamalkan bererti kita telah melakukan dosa besar dan meruntuhkan tatacara masyarakat Islam.
Allah swt berfirman :
“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan solat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebahagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.” (QS Asy Syura : 38)
Sunnah Rasulullah saw dalam perlaksanaan syura telah memperincikannya. Walaupun pada hakikatnya baginda tidak perlu kepada syura kerana mendapat wahyu, namun ianya merupakan sebagai bimbingan dan tunjuk ajar kepada umatnya bagaimana melaksanakan syura.
Rasulullah saw bersabda :
“Sekiranya pemimpin kamu ialah mereka yang baik, orang-orang kaya di kalangan kamu pula pemurah dan urusan di antara kamu berbentuk syura maka permukaan bumi ini lebih baik dari perutnya. Jika pemimpin kamu ialah mereka yang jahat, orang-orang kaya di kalangan kamu pula mereka yang kedekut dan urusan kamu terletak pada wanita-wanita kamu, maka perut bumi lebih baik bagi kamu dari permukaannya”.
SYURA SEBAGAI BUDAYA MASYARAKAT ISLAM
Dalam ayat di atas, Allah swt berfirman : “Dan urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka”…)
Nas ini menegaskan bahwa syura dalam masyarakat Islam bukan hanya bersifat teori, apalagi hanya sekadar wacana.
Namun ia sudah semestinya sudah menjadi budaya yang melekat di dalam kehidupan bermasyarakat.
Kalimat, (“Dan urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka”…) lebih tinggi tingkatannya dari perkataan yang menunjukkan perintah, misalnya seperti :
“Bersyuralah kamu,” “Laksanakanlah syura olehmu,”, “Kamu wajib bermusyawarah,”dan kata-kata seumpamanya.
Kalimat, (“Dan urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka”…) mempunyai konotasi bahwa mereka sudah membiasakan syura dalam kehidupan sehari-hari mereka dan sudah menjadi sistem kehidupan.
Sebaliknya kalimat, “Bersyuralah kamu,” adalah kata perintah yang menuntut tindakbalas dari yang menerima perintah di mana mungkin ia akan melaksanakannya atau mungkin juga tidak, dan ketika ianya dilaksanakannyapun, belum tentu ianya berterusan. Boleh jadi ia hanya dilaksanakan sekali kemudian terputus dan tidak dilakukannya lagi selepas itu.
PROSES PERJALANAN SYURA
Asas penentuan sikap dan pengambilan keputusan adalah andaian maslahah yang terdapat dalam sesuatu perkara itu.
Oleh kerana sifatnya berbentuk andaian, maka sudah pasti ianya relatif dan oleh yang demikian, sangatlah mudah untuk mengalami perubahan-perubahan sehingga sebuah keputusan syura sentiasa mengandungi risiko.
Sepanjang yang dilakukan oleh syura adalah mendefinasikan mashlahah umum atau andaian mudharat, maka ianya sentiasa terdedah kepada risiko kesalahan atau setidak-tidaknya “tempoh kebenarannya” sangat pendek.
Fungsi syura ini akan dapat dilaksanakan dengan baik apabila memenuhi beberapa syarat :
  1. Tersedianya sumber-sumber informasi yang cukup untuk menjamin bahwa keputusan yang diambil itu dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
  2. Tingkatan kedalaman ilmu pengetahuan yang memadai perlu dimiliki oleh setiap peserta syura.
  3. Adanya tradisi ilmiah dalam perbezaan pendapat yang menjamin kepelbagaian pendapat yang berlaku dalam syura akan mampu dikelolakan dengan baik.
Syura mempunyai fungsi psikologi dan fungsi instrumental.
Fungsi psikologi akan terlaksana dengan menjamin adanya kemerdekaan dan kebebasan yang penuh bagi peserta syura untuk meluahkan fikiran-fikirannya secara wajar dan apa adanya, namun tentu sahaja setiap orang mempunyai cara yang berbeza-beza dalam meluahkan perasaan yang ada dalam dirinya.
Jika ruang luahan pemikiran dan perasaan tidak dapat dipenuhi dengan baik, maka akan berlaku konflik yang kontraproduktif dalam syura.
SYURA RASULULLAH SAW
Rasulullah saw sering bersyura dengan para sahabat. Baginda berbincang :
  1. Dalam urusan yang kecil atau besar.
  2. Semasa aman atau peperangan.
  3. Tidak kira dengan lelaki atau wanita.
  4. Serta menerima pendapat mereka secara individu atau beramai-ramai.
Rasulullah saw pernah berbincang dengan muslimin dalam peperangan Badar dan menerima pandangan Al-Habab bin Al-Munzir yang mencadangkan penukaran tempat pertempuran.
Begitu juga dalam peperangan Uhud, Baginda saw telah berbincang dan menerima pandangan sahabat-sahabatnya.
Walaupun mereka telah kalah dalam peperangan tersebut, Al-Quran telah menegaskan prinsip syura yang diamalkan.
“Oleh itu maafkanlah mereka (mengenai kekalahan yang mereka lakukan terhadapmu), dan pohonkanlah keampunan bagi mereka, dan juga bermesyuaratlah dengan mereka dalam urusan (peperangan dan soal-soal keduniaan)”. (QS Ali Imran : 159)
Oleh itu, walaupun muslimin kalah dalam peperangan tetapi prinsip syura dapat ditegakkan, maka ia seribu kali ganda lebih baik dari pentadbiran kuku besi yang membawa kepada penindasan dan perhambaan.
SAHABAT BERSYURA
Selepas Baginda saw, para sahabat telah menjejaki langkah baginda dalam bersyura.
Abu Bakar as-Siddiq telah berbincang dengan Umar dan sahabat dalam perkara yang tidak ada nas Al-Quran atau As-Sunnah. Begitu juga yang diamalkan oleh Umar, Uthman, Ali dan para panglima tentera yang membuka wilayah-wilayah baru.
Ketika peperangan dengan Parsi, ketua tentera Parsi telah memanggil ketua tentera muslimin untuk berunding. Setelah ketua tentera Parsi itu mengemukakan pandangan serta tuntutannya, ketua tentera muslimin meminta izin untuk ditangguh perundingan bagi membolehkannya berbincang dengan muslimin.
Maka berkata ketua tentera Parsi : “Kami tidak melantik (sebagai ketua) orang yang suka berbincang”.
Ketua tentera muslimin pun menjawab : “Sebab itulah kami selalu mengalahkan kamu,
kami tidak melantik orang yang tidak berbincang”.
Abu Bakar ra telah berbincang dengan para sahabat sebelum melancarkan perang terhadap orang-orang yang murtad selepas kewafatan Rasulullah saw.
Umar ra pula berbincang dalam urusan tanah yang jatuh ke tangan Islam di wilayah-wilayah yang baru dibuka.
Ali ra pula mensyaratkan keputusan ahli syura untuk dia menerima jawatan khilafah.
FAEDAH SYURA
Ramai di kalangan para ulama’ yang memperkatakan fentang faedah syura, di antaranya ialah Dr. Muhammad Abdul Qadir Abu Faris dalam kitabnya “Sistem Politik Dalam Islam”.
Beliau telah membawa kata-kata-para salaf yang banyak tentang syura, antaranya ialah kata-kata Ali ra :
“Syura mempunyai tujuh kebaikan :
1. Mendapatkan keputusan yang betul.
2. Mendapatkan pandangan.
3. Menjauhi kesilapan.
4. Menghindari celaan.
5. Menyelamatkan daripada penyesalan.
6. Mempertautkan hati-hati.
7. Menuruti jejak langkah Rasul saw dan para salaf.
Al-Ahnaf bin Qais pernah ditanya : “Bagaimana kamu mengurangkan kesilapan dalam urusan kamu?”
Dia menjawab : “Berbincang dengan mereka yang berpengalaman”.
HUKUM SYURA
Ramai ulama’ yang memberi pandangan dalam hukum syura. Al-Imam Fakhru Razi mentarjih dalam tafsirnya hukumnya ‘wajib’ kerana perkataan syura disebut (dalam al-Quran) dalam uslub arahan atau perintah. Begitu juga pendapat Al- Qurthubi.
Tetapi para ulama berselisih pendapat adakah ia ‘mulzim’ atau sekadar ‘mu’lim’.
‘Syura mulzim’ bererti pemimpin terikat dengan keputusan syura.
Manakala dalam Syura mu’lim’ pula, pemimpin berbincang dengan ahli-ahli mesyuarat atau sesiapa yang layak, tetapi di akhir perbincangan pemimpin tersebut tidak terikat dengan pandangan-pandangan mereka dan ia boleh mengambil pandangan yang dikiranya baik selama mana tidak bertentangan dengan nas dan garis panduan yang telah sedia ada di dalam mengambil keputusan.
Jika kita ikuti perbincangan para ulama’, fuqaha’, mujtahidin dan pemikir tentang syura, kita akan dapati mereka akhirnya berpendapat bahawa syura adalah ‘mulzim’ selepas keputusan dibuat oleh majlis syura yang berkenaan, berdasarkan hujah Al-Quran dan As Sunnah.
“Dan juga bermesyuaratlah dengan mereka dalam urusan (peperangan dan soal-soal keduniaan) itu. Kemudian apabila engkau telah berazam (sesudah bermesyuarat untuk membuat sesuatu) maka bertawakallah kepada Allah”. (QS Ali Imran : 159)
Dalam sunnah pula kita dapati Rasulullah saw banyak melakukan syura samaada dengan kaum lelaki, wanita, muda atau tua dalam pelbagai cara.
Rasulullah saw pernah berkata kepada Abu Bakar dan Umar :
”Jika kamu berdua bersepakat tentang satu perkara, aku tidak akan menyanggahnya”.
Ini jelas sebagai dalil penerimaan konsep majoriti dalam membuat keputusan. Itu adalah pendirian seorang Nabi yang diutuskan dengan wahyu, sudah tentu pendirian sebegitu lebih dituntut ke atas pemimpin parti, kerajaan dan syarikat yang bukan Nabi dan bukan Rasul.
Kebiasaannya mesyuarat akan berkurangan ketika waktu-waktu peperangan kerana suasana yang tidak mengizinkan, tetapi Rasulullah saw tetap melakukan syura ketika perang demi memantapkan syura sebagai prinsip masyarakat Islam.
Baginda bermesyuarat dengan sahabat dalam peperangan Badar, Uhud, Khandaq dan menerima pandangan mereka. Tidak dijumpai dalam mana-mana buku sirah yang meriwayatkan Rasulullah saw menyalahkan para sahabat jika keputusan mereka tidak mendatangkan hasil. Ini semua agar tidak menekan perasaan mereka ketika bersyura kerana mereka memberikan pandangan yang ikhlas dan yakin.
PANDANGAN FUQAHA’ SEMASA
Apabila kita membaca dan mengkaji pandangan ulama’ dan fuqaha’ ketika ini kebanyakan daripada mereka menyatakan bahawa syura adalah ‘mulzim’.
Walaupun Imam Hasan Al-Banna pada awal permulaan dakwahnya berpegang kepada syura yang‘mu’lim’, tetapi pada akhir hayatnya beliau telah menegaskan prinsip syura ‘mulzim’.
Berhubung perkara ini satu lajnah yangdiketuai oleh Al-Imam sendiri telah merangka satu draf’undang-undang jamaah. Antara yang menganggotai lajnah tersebut ialah Abdul Hakim Abidin, Tahir al-Khasyab dan Soleh al-Esymawi. Undang-undang itu telah diterima pakai pada 1948 iaitu setahun sebelum Imam Hasan Al Banna syahid.
Antara yang disebut dalam undang-undang itu ialah memakai ‘suara majoriti’. Jika bilangan ialah seri, maka pendapat ketua adalah dipakai. Ini ialah satu prosedur yang biasa dipakai dalam institusi-institusi seluruh dunia.
Berdasarkan pengamatan, Imam Hasan Al-Banna menggunakan konsep syura ‘mu’lim’ pada ketika pengikutnya masih mentah dari sudut kesedaran dan kefahaman. Apabila mereka sudah matang maka syura ‘mulzim’ menjadi undang-undang tetap dalam tanzim yang diamalkannya.
Abul A’la Al-Maududi juga mempunyai pandangan yang sama dengan Imam Hasan Al-Banna. Dalam bukunya “Sistem kehidupan Islam” beliau berpandangan bahawa syura adalah ‘mu’lim’. Tetapi pengalaman memimpin tanzim yang diasaskannya menyebabkan al-Maududi mengubah pendapatnya kepada syura ‘mulzim’ seperti yang ditegaskannya dalam buku “Kerajaan Islam”.
Dalam buku tersebut al-Maududi menegaskan jika syura tidak ‘mulzim’ maka syura itu akan kehilangan erti dan nilainya.
Dalam satu sesi wawancara dengan Dr Ma’arof Ad-Dawalibi, pensyarah Usul Fiqh Universiti Damsyik, beliau menegaskan pandangannya bahawa syura adalah ‘mulzim’ dan menyatakan perkara ini sudah sampai ke tahap ijma’.
Manakala Ustaz Sa’id Hawa pula yang berpendapat sedemikian juga menegaskan :
“Perkara ini ialah topik yang telah dibincangkan dengan panjang lebar dan tidak boleh dipandang ringan atau didiamkan kerana ia amat penting bagi hayat umat dan masa depannya”.
Dr. Abdul Karim Zaidan mempunyai pandangan yang sama dalam bukunya “Individu dan
Daulah”, di samping menambah konsep majoriti.
Syeikh Muhammad Al-Ghazali pula dalam satu wawancara dalam majalah Al-Ummah yang diterbitkan di Qatar berbicara mengenai bai’ah dan syura secara terus terang sambil menolak pandangan syura yang tidak ‘mulzim’ dengan nada yang agak keras :
“Saya menolak mereka yang berkata :
Pemerintah dalam Islam boleh bertindak tanpa persetujuan majlis syura. Ini adalah kata-kata yang tidak patut diucapkan. Sedangkan Rasulullah saw yang ma’sum itu tidak pernah berbuat demikian, maka bagaimana orang lain boleh?
Kata-kata bahawa syura tidak ‘mulzim’ merupakan kata-kata yang batil, saya tidak tahu daripada mana datangnya. Kemungkinan fikrah ini timbul dari fuqaha’ pemerintah dalam suasana tertentu untuk mengharuskan penindasan politik.
Apa yang kita lihat dalam seerah Baginda ialah Rasulullah saw sentiasa beriltizam dengan syura.
Syura ialah prinsip Islam sebelum wujud daulah lagi. Dikatakan kepada mereka (para sahabat) masyarakat kamu ini belum bertukar menjadi daulah, tapi mesti urusannya ditegakkan di atas
asas syura.”dan urusan mereka dijalankan secara bermesyuarat sesama mereka”.
Itu pada zaman Makkah. Apabila masyarakat Islam berpindah ke Madinah, dikatakan
kepada Rasulullah saw : ”Dan juga bermesyuaratlah dengan mereka dalam urusan
(peperangan dan soal-soal keduniaan) itu”.
Ujian pertama syura ialah dalam peperangan Khandaq ketika Baginda hampir-hampir mengadakan perjanjian dengan kabilah-kabilah jahiliyah di Madinah. Apabila dibincangkan dengan ketua Aus dan Khazraj, mereka menolak pandangan itu. Rasulullah saw menerima pandangan mereka”.
Antara para ulama’ yang berpendapat syura adalah ‘mulzim’ ialah Dr. Mustafa As Sibai’e rahimahullah. Selama memegang jawatan Muraqib Aam Ikhwan di Syria, beliau telah beriltizam dengan pendapat syura ‘mulzim’.
Selain beliau ialah Syeikh Mahmud Syaltut, Dr. Yusuf al-Qardhawi, As-Syahid Syed Qutb, As-Syahid Abdul Qadir Audah, Dr. Muhammad Abdul Qadir Abu Faris dan Iain-lain. Mereka semuanya beriltizam dengan syura yang ‘mulzim’.
SYURA MENYELESAIKAN KHILAF
Prinsip syura bukan setakat untuk golongan tertentu sahaja, bahkan faedah syura seharusnya dapat dinikmati oleh semua muslimin.
Barisan pemimpin yang ‘mukhlis’ ialah mereka yang sentiasa menjaga kesatuan dan permuafakatan dalam saf. Di samping ia sentiasa berhati-hati terhadap perselisihan pendapat yang boleh membawa kepada perpecahan seterusnya kelemahan.
Kesemuanya itu tidak akan dapat dilaksanakan jika :
  1. Tiada kejernihan hati.
  2. Tidak menafikan kemahuan nafsu.
  3. Tiada ketaatan sempurna kepada Allah, Rasul dan pemimpin dalam perkara yang bukan
maksiat.
Antara tindakan yang dapat menjamin keutuhan jamaah ialah :
Merujuk kepada syura dengan syarat anggota-anggotanya terdiri daripada kalangan yang berpengetahuan dan layak.
  1. Tunduk kepada pandangan jamaah selepas mengambil kira semua pandangan dan perbincangan tidak akan meninggalkan kesan negatif.
Syura hanya boleh dilakukan dalam perkara yang diputuskan melalui ijtihad, bukan dalam perkara yang telah diputuskan oleh nas atau wahyu.
Rasulullah saw bersabda :
“Aku hanya menghukum antara kamu dalam perkara yang tidak diturunkan wahyu”.
Diriwayatkan daripada Ali bin Abi Talib, “Aku berkata: Wahai Rasulullah! Berlaku suatu peristiwa pada kami yang tiada hukumnya dalam Al-Quran dan As-Sunnah”
Lalu Rasulullah saw berkata :
“Kumpulkan mereka yang ‘arif atau ‘abid di kalangan mukminin, maka bincangkan peristiwa itu antara kamu dan janganlah putuskan hukumnya dengan pandangan seorang individu sahaja”
Barisan pimpinan hendaklah berusaha bersungguh-sungguh untuk mendapatkan :
  1. Pandangan yang paling tepat.
  2. Pandangan yang paling kurang mudaratnya.
  3. Pandangan yang paling tinggi maslahahnya.
Biasa dikatakan :
“Orang yang berakal ialah yang dapat membezakan antara yang baik dan jahat, manakala orang yang bijak ialah yang dapat memilih kemudaratan yang paling ringan, jika ada pilihan.”
Oleh yang demikian, persekitaran yang jernih dan suci adalah apabila para ulama’ dan cerdik pandai dapat mengeluarkan buah fikiran dan berbincang yang menatijahkan bercambahnya gaya amal dan sudut pandangan yang pelbagai.
Fenomena itu menghasilkan :
  1. Kekuatan fikiran.
  2. Sikap menghormati pandangan.
  3. Mencari kebenaran dan menerimanya.
Inilah jalan yang diasaskan oleh Baginda saw dalam urusannya dengan para sahabat. Walaupun Rasulullah saw bersifat ma’sum dan disokong oleh wahyu, Baginda tidak mengenepikan para sahabat demi menegakkan prinsip syura dan melayan naluri manusia.
Natijah sikap Baginda ini ialah banyak keputusan yang dibuat dalam pelbagai kes menggambarkan ruh berjamaah.
Tidak ada di sana mana-mana idea atau pandangan orang perseorangan yang boleh mencapai tahap suci dan tidak boleh tidak mesti dipatuhi .
Imam Malik sendiri pernah berkata :
“Aku hanyalah seorang manusia, kadang-kadang silap, kadang-kadang betul. Maka telitilah pandanganku, setiap yang menepati Al-Quran dan As Sunnah ambillah, manakala yang menyanggahinya tinggalkanlah”.
SYURA DAN NASIHAT
Syura akan menjadi lebih sempurna dengan nasihat. Nasihat boleh samada daripada individu atau orang ramai.
Nasihat boleh juga diberi atau diminta semasa syura atau selepasnya iaitu semasa perlaksanaan syura. Ini berlaku dalam peperangan Badar ketika Al-Habab bin Al-Munzir bertanya kepada Rasulullah saw tentang penempatan tentera Badar, adakah ianya wahyu arahan Allah Taala atau ia datang dari ijtihad Rasulullah saw sebagai strategi menghadapi musuh.
Rasulullah saw menjawab bahawa tempat itu hasil ijtihad dan strategi baginda semata-mata.
Apabila mendengar jawapan itu, Al-Habab pun memberikan pandangan dan nasihat agar tempat dan kubu muslimin di alihkan ke tempat lain yung lebih strategik kerana boleh menghalang tentera musuh dari sumber air. Rasulullah saw menerima nasihat Al-Habab dan melaksanakannya.
Antara peristiwa lain yang berkaitan nasihat ialah dalam peperangan Khandak di mana tentera
muslimin telah menggali parit yang besar berdasarkan nasihat Salman Al-Farisi.
Dalam perjanjian Hudaibiah pula Rasulullah saw menerima dan melaksanakan nasihat isterinya Ummu Salamah ra agar Baginda memulakan penyembelihan dam.
SANDARAN SYURA
Sandaran syura ialah Al-Quran dan As-Sunnah. Kedua-dua sandaran dan sumber rujukan itu membezakan syura daripada institusi seumpamanya seperti demokrasi.
Usaha membina kembali kehidupan Islam yang mithali menuntut wujudnya persefahaman dan penyelarasan antara kaum muslimin. Persefahaman itu hanya dapat dipupuk melalui peranan positif yang dimainkan oleh syura dalam semua bidang.
Perkara ini sudah cukup untuk mengelakkan pertelingkahan dan perpecahan yang boleh membantutkan usaha pembinaan semula.
Syura adalah ‘mulzim’ ke atas ahli syura secara umum dan ke atas pimpinan secara khusus. Untuk layak menjadi ahli syura, seseorang itu hendaklah sekurang-kurangnya melepasi tahap minima ahli ijtihad walaupun ia tidak bermaksud perlu memenuhi syarat-syarat ijtihad fiqh yang disebut dalam buku fiqh, bahkan bagi setiap bidang ada syaratnya yang tersendiri.
Sesiapa yang berijtihad dan tidak mempunyai pengetahuan yang mencukupi dalam bidang yang dijtihadkan, maka ia menghukum sesuatu tanpa ilmu dan bukti. Kes ini samalah dengan apa yang disebut dalam sebuah hadith.
“Hakim ada tiga kategori : Dua masuk neraka, satu masuk syurga. Seorang hakim menjatuhkan hukuman berdasarkan pengetahuannya yang sebenar, maka ia masuk syurga. Hakim yang menjatuhkan hukuman tanpa mengetahui apa-apa, maka ia masuk neraka. Hakim yang mengetahui kebenaran tetapi zalim dalam hukumannya (tidak berhukum berdasarkan pengetahuannya itu), maka ia masuk neraka.” (HR At Tabrani dan Al-Hakim)
Jelas dalam hadith tersebut, mereka yang manjatuhkan hukuman tanpa ilmu akan masuk ke dalam neraka, sama seperti yang menjatuhkan hukuman yang batil walaupun ia tahu kedudukan sebenar.
Sepatutnya jika seseorang itu tidak mengetahui, maka lebih baik ia mengundurkan diri atau meminta bantuan dari mereka yang arif. Bahkan jika keputusannya betul sekalipun, ia tidak dikira kerana keputusan itu samalah seperti ungkapan serkap jarang.
Jika keputusan telah dibuat menerusi syura, maka tiada siapa yang boleh melanggarinya kerana syura adalah ‘mulzim’ di sisi kita sepertimana yang dihuraikan sebelum ini.
Adapun mereka yang tidak menganuti fahaman dan manhaj kita maka kita katakan padanya seperti kata-kata Imam Hasan Al-Banna :
“Kita bantu-membantu dalam perkara yang kita sepakati dan saling memaafkan dalam perkara yang kita perselisihkan”.
Berdasarkan semua faktor-faktor yang disebutkan tadi, syura di sisi Imam Hasan Al-Banna adalah‘mulzim’ dan ia mestilah diikuti oleh para pengikut dan pendokong fikrah ini kerana syura yang‘mulzim’ adalah merupakan unsur tetap dalam jamaah ini.
Ya Allah, berikanlah kekuatan kepada kami untuk kami sentiasa melaksanakan syura dalam setiap urusan kami kerana kami memahami bahwa dalam syura itu adanya keberkatan dariMu yang akan menjamin ketepatan dan keberkesanan keputusan yang diambil. Tenangkan hati kami dalam beriltizam dengan keputusan syura kerana ia merupakan jalan dan wasilah yang akan menunjukkan kepada jalan yang lurus.
Ameen Ya Rabbal Alameen
www.dakwah.info
Read more »

 

KABAR DPC

KOLOM

Terbit Sejak 13 Juli 2011 di terbitkan oleh : media centre DPD PKS Tanah Bumbu jl.Transmigrasi KM.3,5 Simpang Empat Tanah Bumbu email: dpdpkstanahbumbu@yahoo.com pkstanbu@gmail.com Pemred : Mr.Admin email: Bang54_id@yahoo.com Reporter Lapangan: Mr.